Kamis, Agustus 23, 2007

Karakteristik Belajar Orang Dewasa

Dalam sebuah pelatihan sering kita lihat dan kita alami bahwa ada satu atau dua peserta yang ogah-ogahan mengikuti jalannya sesi demi sesi. Biasanya terjadi pada sebuah kelas pelatihan in house yang memang pesertanya dari satu company, dan kehadiran mereka adalah akibat program yang dibuat HRD ataupun mereka mendapatkan perintah dari atasanya untuk mengikuti training. Fenomena yang seperti ini tidak bisa kita lepaskan dari proses pendidikan formal kita yang kita terima sejak awal kita di “sekolah-kan” oleh orang tua kita.
Kalau peserta training adalah karyawan dengan tingkat pendidikan SLTA, maka dia sudah pernah mengalami sekolah minimal 15 tahun (6 tahun SD, 3 tahun SMP dan 3 tahun SMA). Berarti dia selama ini sudah duduk dan mendengarkan ajaran dari gurunya minimal 25.200 jam (dengan asumsi 1 hari 7 jam dan 1 minggu 5 hari sekolah) dengan kondisi bahwa dia duduk di bangku dan guru ngomong di depan kelas dengan sesekali ada kegiatan gantian murid yang ngomong.

Bisa kita rasakan betapa monotonnya dan membosankannya yang harus dia alami dengan keterpaksaanya menjabat diposisi sebagai “murid di sekolahan”. Ada suatu permakluman ketika tidak jarang saya mendapatkan peserta di kelas training saya yang terlihat sangat malas atas keterpaksaannya mengikuti training. Meskipun segala metode sudah kita sesuaikan dan berbagai “jurus dan ajian” trainer kita terapkan. Saya kemudian berefleksi dengan sedikit berasumsi “Apakah persoalannya ada di saya sebagai trainer?”. Upaya pencarian pun saya lakukan. Minta feed back dari observer hasilnya positif sekali, membaca evaluasi training level 1 hasilnya selalu diatas 4,1 dari skala 5, dan membaca satu-satu evaluasi peserta positif semua.

Sampailah pencerahan untuk saya pada pemahaman karakteristik orang dewasa dalam belajar. Ada minimal 10 karakteristik yang dirumuskan Mary Johnston yang bisa kita fahami disini:

1. Orang dewasa mempunyai pengalaman-pengalaman yang berbeda.
2. Orang dewasa yang hidupnya “miskin” tujuan, merasa bahwa dia tidak dapat menentukan kehidupannya sendiri.
3. Orang dewasa lebih suka menerima saran-saran dari pada digurui.
4. Orang dewasa lebih memberi perhatian pada hal-hal yang menarik bagi dia dan menjadi kebutuhannya.
5. Orang dewasa lebih suka dihargai daripada diberi hukuman atau disalahkan.
6. Orang dewasa yang pendidikan formalnya lebih rendah atau bahkan pernah putus sekolah, mempunyai kecenderungan untuk menilai lebih rendah terhadap kemampuan belajarnya.
7. Apa yang biasa dilakukan orang dewasa, menunjukkan tahap pemahamannya.
8. Orang dewasa secara sengaja mengulang hal yang sama.
9. Orang dewasa suka diperlakukan degan kesungguhan itikad yang baik, adil dan masuk akal.
10. Orang dewasa menyenai hal-hal yang praktis.

Memahami karakteristik tersebut mungkin bisa sebagai dasar kita memahami tipe-tipe peserta training. Untuk itu trainer untuk orang dewasa perlu memperhatikan beberapa hal yaitu:


1. Menjadi “bagian” dari kelompok yang diajar
2. Mampu menciptakan iklim untuk belajar dan mengajar
3. Mempunyai rasa tanggng jawab yang tinggi.
4. Menyadari kelemahannya, tingkat keterbukaannya, kekuatannya dan tahu bahwa diantara kekuatan yang dimiliki dapat menjadi kelemahan pada situasi tertentu.
5. Dapat melihat permasalahan dan menentukan pemecahannya.
6. Peka dan mengerti perasaan orang lain.
7. Mengetahui bagaimana meyakinkan dan emmperkalukan orang.
8. Selalu optimis dan mempunyai itikad baik terhadap orang.
9. Menyadari bahwa perannya bukan mengajar, tapi menciptakan iklim untuk belajar.
10. Menyadari bahwa segala sesuatu mempunyai segi negatif dan positif.

Nah … ternyata tidak ringan ya …. Kalao menetapkan pilihan sebagai trainer. Tapi percayalah bahwa menjadi trainer itu nikmatnya bukan main alias ruarr biaasaaaa ……… bener khan teman-teman trainers.

Selasa, Agustus 21, 2007

"Karet Gelang"

Suatu kali saya membutuhkan karet gelang. Satu saja. Shampoo yang akan saya bawa tutupnya sudah dol. Harus dibungkus lagi dengan plastik lalu diikat dengan karet gelang. Kalau tidak bisa berabe. Isinya bisa tumpah ruah mengotori seisi tas. Tapi saya tidak menemukan sebiji pun karet gelang. Di lemari tidak ada. Di gantungan-gantungan baju tidak ada. Di kolong-kolong meja juga tidak ada. Saya jadi kelabakan. Apa tidak usah bawa shampoo, nanti saja beli di jalan. Tapi mana sempat, waktunya sudah mepet. Sudah ditunggu yang jemput lagi.

Akhirnya saya coba dengan tali kasur, tidak bisa. Dipuntal-puntal pakai kantong plastik, juga tidak bisa. Waduh, karet gelang yang biasanya saya buang-buang, sekarang malah bikin saya bingung. Benda kecil yang sekilas tidak ada artinya, tiba-tiba menjadi begitu penting.

Saya jadi teringat pada seorang teman waktu di Yogyakarta dulu. Dia tidak menonjol, apalagi berpengaruh. Sungguh. Sangat biasa-bisa saja. Dia hanya bisa mendengarkan saat orang-orang lain ramai berdiskusi. Dia hanya bisa melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Itu pun kadang-kadang salah. Kemampuan dia memang sangat terbatas. Tetapi dia sangat senang membantu orang lain; entah menemani pergi, membelikan sesuatu, atau mengeposkan surat. Pokoknya apa saja asal membantu orang lain, ia akan kerjakan dengan senang hati. Itulah sebabnya kalau dia tidak ada, kami semua, teman-temannya, suka kelabakan juga. Pernah suatu kali acara yang sudah kami persiapkan gagal, karena dia tiba-tiba harus pulang kampung untuk suatu urusan.

Di dunia ini memang tidak ada sesuatu yang begitu kecilnya, sehingga sama sekali tidak berarti. Benda yang sesehari dibuang-buang pun, seperti karet gelang, pada saatnya bisa menjadi begitu penting dan merepotkan. Mau bukti lain? Tanyakanlah pada setiap pendaki gunung, apa yang paling merepotkan mereka saat mendaki tebing curam? Bukan teriknya matahari. Bukan beratnya perbekalan. Tetapi kerikil-kerikil kecil yang masuk ke sepatu. Karena itu, jangan pernah meremehkan apa pun. Lebih-lebih meremehkan diri sendiri.

Bangga dengan diri sendiri itu tidak salah. Yang salah kalau kita menjadi sombong, lalu meremehkan orang lain.

Kisah Ikan dan Air

Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang - bincang di tepi sungai. Kata Ayah kepada anaknya, "Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air kita semua akan mati." Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengarkan percakapan itu dari bawah permukaan air, ia mendadak menjadi gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini.

Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya, "Hai, tahukah kamu dimana air ? Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan mati." Ternyata semua ikan tidak mengetahui dimana air itu, si ikan kecil semakin gelisah, lalu ia berenang menuju mata air untuk bertemu dengan ikan sepuh yang sudah berpengalaman, kepada ikan sepuh itu ikan kecil ini menanyakan hal serupa, "Dimanakah air ?" Jawab ikan sepuh, "Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita akan mati."

Apa arti cerita tersebut bagi kita Manusia kadang - kadang mengalami situasi seperti si ikan kecil, mencari kesana kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, padahal ia sedang menjalaninya, bahkan kebahagiaan sedang melingkupinya sampai-sampai dia tidak menyadarinya.....

Kehidupan dan kebahagiaan ada di sekeliling kita dan sedang kita jalani, sepanjang kita mau membuka diri dan pikiran kita, karena saat untuk berbahagia adalah saat ini, saat untuk berbahagia dapat kita tentukan.

"Being happy can be hard work sometimes, it is like maintaining a nice home, you've got to hang on to your treasures and throw out the garbage."
"Being happy requires looking for the good things. One person sees the beautiful view and the other sees the dirty window, choose what you see and what you think."
(unknown)

Setiap Orang Punya Masalah

Seorang Ibu kehilangan putera tunggalnya. Ia menghadap pimpinan agama di desanya dan berkata, “Adakah sesuatu yang dapat Anda berikan untuk mengurangi penderitaan yang saya rasakan?”

“Ya”’ katanya. “Ada sesuatu yang bagus sekali yang dapat Anda lakukan. Saya ingin agar engkau pergi dan menemukan biji sesawi dari sebuah rumah yang tak mempunyai masalah. Biji sesawi dari rumah seperti itu dapat mencegah segala masalah. Bila Engkau menemukanya, hantarkanlah kepadaku dan saya akan menggunakannya untuk menyembuhkan penderitaanmu.”

Maka ibu itu keluar dan mendatangi sebuah rumah mewah. Tampaknya tidak mungkin ada sesuatu yang kurang dalam rumah ini! Ia mengetuk pintu, mengutarakan niatnya, dan mereka menjawab, “Anda salah alamat.” Kemudian mereka menguraikan kepadanya semua masalah yang mereka alami.

Ketika ia mendengar permasalahan mereka, ia berfikir, “Sekarang saya tahu sesuatu tentang masalah-masalah …. Mungkin saya dapat menolong orang-orang ini dengan bantuan masalah-masalah mereka sendiri.” Karena itu, ia mendengarkankan mereka; dan ini membenatu orang-orang itu.

Tetapi sesungguhnya ia bertekad mencari biji sesawi ajaib itu, karena dalam usaha untuk menolong orang lain memecahkan persoalan-persoalan mereka, ia melupakan semua kesulitan yang dialaminya.

(Willi Hoffsuemmer)

The Power of Believe

Lou Gehrig, raja home-run terkenal, dari tim base ball New York Yankees, mengunjungi sebuah rumah sakit anal-anak cacat sesaat sebelum suatu pertandingan Seri Dunia di mulai. Ia mengatakan kepada anak-anak di bangsal rumah sakit, “Anda sekalian dapat melakukan SEGALA SESUATU jika anda mau melakukan itu, walau kurang sempurna “.
Kemudian seorang anak laki-laki pecinta Yankee meminta pemain kenamaan itu untuk memberikan nya suatu hadiah, “Memukul dua home-run dalam dua pertandingan hari ini.
“Dua home run dalam dua pertandingan Seri Dunia tentu suatu permintaan yang terlampau berat”, kata Gehrig. Tetapi sekarang ia harus membuktikan apa yang telah ia katakan kepada mereka. Maka, ia berbalik kepada bocah kecil itu dan berkata,: Saya akan mengadakan suatu persetujuan denganmu. Saya akan memukul dua home run hari ini kalau engkau berjanji pada saya bahwa engkau akan berjalan lagi”. Sungguh suatu kesepakatan penting mereka pun berjabat tangan.
Gehrig memukul dua home run sore itu. Tetapi ia tidak pernah kembali ke rumah sakit itu. Beberapa tahun kemudian, ketika ia berjalan masuk Stadium Yankee, seorang pria jangkung berlari menjumpainya dan bertanya, “Masihkah engkau ingat kepadaku?”
Gehrig tidak dapat mengenalinya lagi. Kemudian orang muda itu berkata, “Baik, lihatlah! SAYA DAPAT BERJALAN! Saya memenuhi janji saya.”

(turbells teacher guide)